He Is Barata's Boyfriend

Suara teriakan menggema di seluruh wilayah Sekolah. Hanya suara berat anak futsal yang berteriak meramaikan Sekolah yang sepi. Dan beruntungnya, suara bising mereka tidak hingga pada ruang OSIS. Jika itu terjadi, mungkin akan ada perperangan dingin antara anak futsal dan anggota OSIS. Tentu Barata tidak ingin terjadi.

Bagaimana bisa ia berlawan pihak dengan kekasihnya sendiri? Haha, terdengar sangat mustahil.

Barata sibuk membaca proposal-proposal yang telah berada di tangannya. Membaca dari awal berkali-kali. Takut jika ada kesalahan saat sudah di setor kepada Kepala Sekolah. Pekerjaannya akan semakin menumpuk.

“Ta,” Panggil Nava, anak seketaris.

“Kenapa?”

“Semakin hari anak-anak Osis pada bolos semua, Ta. Lo mau gimana?”

Barata menghela nafas berat. Menundukkan kepalanya lelah. Sisa anggota yang berada di ruang besar itu menoleh saling bertatap seakan sedang berbicara dengan batin. Mereka cukup tau jika tugas Barata sekarang sangat berat. Belum lagi posisinya sekarang mempunyai tanggung jawab yang besar.

“Keluarin mereka semua aja. Nanti daftar namanya lo kasih gue,”

Nava melototkan kedua matanya, “Serius lo?”

“Iya,”

“Terus yang megang tugas mereka siapa?” Ijar, anak bendahara ikut bersuara.

“Untuk sementara gue sama wakil yang kerja semuanya.”

Mereka mengangguk serempak. Begitu juga wakil Osis yang duduk di samping Barata. Ia akan siap kapanpun saat Barata membutuhkannya.

“Hari ini selesai, ya. Kalian boleh pulang. Sorry terlalu sore selesainya,”

“Iya, enggak apa-apa, Ta.”

Kini, dalam ruangan besar. Sisa barata sendiri. Ia menyusun barang-barangnya, memasukan benda itu ke dalam tas. Sedikit terburu-buru. Mengingat ia berjanji untuk menemui Nanda di lapangan bawah sana.

Kakinya bergerak lincah menuruni anak tangga. Sampai di lapangan, ia tersenyum saat melihat pacarnya sedang bermain dengan serius. Nanda jika serius seperti ini terlihat sangat tampan. Barata semakin mencintainya.

Tidak ingin mengganggu konsentrasi cowok itu bermain bola, Barata memilih duduk di tangga untuk menonton sembari mengeluarkan ponselnya. Mengecek beberapa pesan yang belum ia lihat.

Suara peluit terakhir terdengar nyaring. Tanda jam futsal telah selesai. Tidak butuh waktu lama Nanda untuk menemukan beruang kecilnya.

“Cielaaah! Di tungguin pacar tuh,” Bagas menyenggol lengan Nanda yang tersenyum.

“Buru sono lo,”

Nanda berlari pelan menghampiri Barata.

“Sayang,” Panggilnya.

“Udah selesai?” Tanya Barata setelah berdiri dari duduknya.

“Udah. Kamu nunggu lama, ya?”

“Enggak. Aku baru aja selesai rapat,”

Nanda tersenyum, masih menatap kedua manik Barata. Senyuman lebar itu terlalu manis. Barata sedikit resah dengannya. Resah jika cowok kesayangannya yang sempurna ini dilirik oleh yang lain.

“Senyum mulu. Itu rambut kamu berantakan,” Oceh Barata.

“Benerin dong, sayang,” Nanda semakin mendekati Barata. Mengikis jarak yang ada di antara mereka berdua. Ia benar-benar menempelkan badannya ke badan Barata.

Selagi Barata merapikan rambutnya yang berantakan dan juga mengelap peluhnya, Nanda memeluk pinggang ramping Barata. memeluknya mesra. Senyuman masih saja terlukis di wajah tampannya.

Bagi siapapun yang melihat posisi mereka saat ini, sebaiknya berpaling muka agar tidak ingin jantungan di umur muda. Demi apapun, mereka terlalu romantis untuk dilihat.

Nanda semakin menarik tubuh Barata agar semakin menempel padanya. Barata tidak risih, ia masih fokus merapikan rambutnya itu.

“Buset, daaaahhhh si Nandaaa,” Seru Lino heboh.

Selesai merapikan rambut kusut itu, Barata berpaling melihat wajah Nanda. Sekejap ia tersadar tangan kekar itu memeluk pinggangnya.

“Nanda anjing, kamu ngapain?”

“Lagi meluk mesra cowok kesayangan aku, nih.”

“Gak lucu, Nan. Banyak orang di sini. Jangan mulai,”

“Biarin aja. Mau kasih liat ke semua yang ada di sini kalo Barata itu hak milik Nanda. Udah itu titik tanpa koma.”

Barata memukul dada bidang Nanda, “Apaan sih? Udah, ah, lepas. Ayok pulang.”

“Iya, iya maap.” Memilih mengalah, Nanda melepas pelukannya.

Barata berjalan mendahului Nanda.

“Intim banget nih, bro?” Goda Sagara.

“Sakit anjing dada gue. Mukulnya udah kayak gorila aja, sumpah.” Seru Nanda dengan wajah meringis kesakitan sembari mengelus dada yang dipukul oleh Barata.