Warung Bi Inah
Nanda tidak menuruti perkataan Barata. Ia benar-benar menunjukkan dirinya di depan gerbang utama. Seolah berkata, gue telat, tolong dihukum. Tapi, alasan kenapa dirinya berada di sini karena Barata.
“Pagi, Barata,” Sapanya, tidak peduli lagi wajah pasrah milik cowok di depannya itu, “Mukanya biasa aja dong.”
“Di bilang jangan lewat depan,”
“Lo sendiri aja, 'kan?”
“Iya, yang lain lagi chek di area tempat sepi,”
“Ya, udah, bagus.” Nanda menggapai tangan Barata, menggenggam erat tangannya . Lalu membawa ketua osis itu pergi keluar dari perkarangan sekolah.
Barata mengerutkan dahinya heran, tapi entah kenapa ia tetap mengikuti langkah kaki Nanda. Matanya bergerak melirik genggaman Nanda di tangannya. Terasa hangat.
“Pernah kesini nggak?” Tanya Nanda setelah sampai di warung kecil.
Barata menggeleng, “Nggak, sejak kapan ada warung ini?”
“Udah lama. Awal gue sekolah disini udah ada warungnya,”
“Lo tau dari mana?”
“Waktu itu gue cuma jalan-jalan ngeliat sekitar doang, terus nemu warung ini. Warungnya sepi padahal makanannya enak enak.”
Barata mengangguk paham. Kepalanya bergerak-gerak melihat apa saja yang ada di dalam warung kecil itu. Rasa penasarannya semakin jadi saat Nanda memberitahu jika makanan di situ enak.
Nanda terkekeh pelan melihat Barata, “Mau coba makanannya?”
“Mau,”
“Tugas lo gimana?”
“Gue ketuanya. Jadi santai aja,” Nanda semakin tertawa mendengarnya, mengusak rambut Barata dengan sekilas.
Nanda memanggil pemilik warung itu untuk memesan makanan mereka, “Bi, sotonya dua, ya? Minumnya es teh aja.”
“Baik, Den. Ditunggu, ya,”
“Iya, Bi.”
Setelahnya, ia menghampiri Barata yang telah duduk terlebih dahulu. Menaruh tas di kursi samping tempat duduknya. Barata masih melihat sekitar, meneliti area luar yang terlihat segar karena dipenuhi dengan tanaman sayur dan bunga-bunga.
“Ngeliat yang lain mulu, sayang nih tukang sedot wc yang tampan dianggurin,”
Barata langsung menolehkan kepalanya menatap Nanda, berdecak pelan, “Lebih tampan gue,”
“Masa?”
“Iya,”
“Tampan apa imut?” Barata terdiam, “Kok diem? Lo sebenernya itu ganteng atau imut?” Tanyanya lagi.
“Ya, ganteng,”
“Tapi kok di mata gue imut, ya? Aneh gak sih?”
Barata menendang kaki Nanda, “Bacot lo!” Nanda tertawa sembari meringis kesakitan.
Tidak lama, pesanan mereka datang. Tanpa bicara lagi, keduanya segera menyantap makanan itu. Sekilas Nanda tersenyum melihat ke arah Barata yang memakan makanannya dengan nikmat.
“Habis ini kembali ke Sekolah?” Tanya Nanda menunda sebentar acara makan mereka.
“Gak mau, tugas osis gue numpuk banget. Males ngerjain,”
“Males ngerjain apa masih mau ketemu gue?”
“Nan,”
“Kenapa?”
“Bisa diem nggak? Lo dari kemaren gombal mulu,”
“Baper?”
“BACOT MONYET!!”